BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sikap mulai menjadi fokus pembahasan dalam ilmu sosial semenjak awal abad
20. Secara bahasa, Oxford Advanced Learner Dictionary (Hornby, 1974)
mencantumkan bahwa sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine
yaitu “Manner of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or
behaving”. Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara
merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Selain itu, sikap atau attitude adalah
suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial. Pembahasan yang berkaitan
dengan psikologi (sosial) hampir selalu menyertakan unsur sikap baik sikap
individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu bagian pembahasannya. Banyak
kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, prose terbentuknya sikap,
maupun proses perubahannya. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap
sikap untuk mengetahui efek dan perannya baik sebagai variabel bebas maupun
sikap sebagai variabel tergantung. Terdapat beberapa teori tentang sikap (Mann,
1969; Secord and Backman, 1964) antara lain adalah teori keseimbangan (balance
theory) oleh Heyder; teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) yang
dikemukakan oleh Festinger maupun teori afektif-kognitif dari Rossenberg, serta
beberapa teori lain.
Di samping
teori-teori tersebut di atas, kemudian dikembangkanlah theory of reasoned
action yang relatif baru yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1980). Teori
ini lebih menekankan pada proses kognitif serta menganggap bahwa manusia adalah
makhluk dengan daya nalar dalam memutuskan perilaku apa yang akan diambilnya,
yang secara sistematis memanfaatkan informasi yang tersedia di sekitarnya.
Suatu sikap menjelaskan suatu organisasi dari motivasi, perasaan emosional,
persepsi dan proses kognitif kepada suatu aspek, Lebih lanjut sikap adalah cara
kita berpikir, merasa dan bertindak melalui aspek di lingkungan seperti toko
retail, program televisi atau produk. Sikap menuntun orang untuk berperilaku
relatif konsisten terhadap objek yang sama. Motivasi dapat diartikan sebagai
pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau
bekerjasama,bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk
mencapai kepuasan. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap
pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik
pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk
hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian
berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri.
1.2 Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan makalah tentang
1.2.1
Tujuan umum :
- Memberikan
penjelasan tentang pengertian Sikap, Motivasi, dan Konsep Diri
- Menjadikan
makalah ini sebagai sumber referensi bacaan
1.2.2
Tujuan khusus :
-
Memenuhi salah satu tugas individu mata
kuliah Psikologi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sikap, Motivasi, dan Konsep Diri
A. Sikap
Kata sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu
“Manner of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or
behaving”. Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara
merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Berikut ini adalah pengertian sikap
dari beberapa para ahli antara lain :
1.
Menurut Thomas (1918) dan Znanieck (1974), sikap adalah
kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta
disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu. Konsep sikap sebenarnya pertama
kali diangkat ke dalam bahasan ilmu sosial pertama kali oleh Thomas, sosiolog
yang banyak menelaah kehidupan dan perubahan sosial, yang menulis buku Polish
Peasant in Europe and America: Monograph of an Immigrant Group yang merupakan
hasil riset yang dilakukannya bersama Znanieck. Dalam buku tersebut, Thomas dan
Znaniecki membahas informasi sosiologi dari kedua sudut individualistik dan
subjektivistik. Menurut pandangan mereka dua hal yang harus diperhitungkan pada
saat membahas kehidupan dan perubahan sosial adalah sikap individu dan budaya
objektif (objective cultural).
2.
Menurut Allport (1935), sikap adalah kondisi mental dan
neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secara dinamis
mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang
terkait.
3.
Menurut Krech & Crutchfield, sikap adalah
pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi
dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam berhubungan dengan
aspek kehidupannya. Sikap individu ini dapat diketahui dari beberapa proses
motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif yang terjadi pada diri individu
secara konsisten dalam berhubungan dengan obyek sikap.
Konsistensi
ini sangat ditekankan oleh Campbel (1950, p. 31) yang mengemukakan bahwa sikap
adalah “A syndrome of response consistency with regard to social objects”.
Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek sosial.
Penekanan konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada definisi yang
dikemukakan Campbell tersebut. Sikap tidak hanya kecenderungan merespon yang
diperoleh dari pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus konsisten. Pengalaman
memberikan kesempatan pada individu untuk belajar. Definisi di atas nampaknya
konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan
respon individu terhadap suatu objek. Predisposisi atau tendensi ini diperoleh
individu dari proses belajar, sedangkan objek sikap dapat berupa benda,
situasi, dan orang.
B. Motivasi
Kata
motivasi berasal dari Bahasa Inggris adalah “Motivation”. Perkataan asalnya
ialah “Motive” yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu atau Bahasa Malaysia
kepada “Motif” yang artinya tujuan. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang
menggerakan atau mengarahkan tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya secara
negatif atau positif untuk mencapai tujuannya. Selain itu, ada tiga elemen
utama dalam motivasi antara lain : intensitas, arah, dan ketekunan. Pengertian motivasi
menurut beberapa ahli :
- Menurut Cropley (1985), Motivasi dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”
- Menurut Wlodkowski (1985) menjelaskan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme (teori belajar dan percaya bahwa semua perilaku yang diperoleh sebagai hasil dari pengkondisian).
Ada tiga komponen utama
dalam motivasi yaitu :
a.
Kebutuhan
Kebutuhan
terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki
dan yang ia harapkan. Moslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan yakni,
kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa man,
kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri, dan kebutuhan
aktualisasi.
b. Dorongan
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk
melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan.
c. Tujuan
Tujuan
adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar. Kekuatan mental atau
kekuatan motivasi belajar dapat diperkuat dan dikembangkan. Interaksi kekuatan
mental dan pengaruh dari luar ditentukan oleh responden prakarsa pribadi
pelaku.
C.
Konsep Diri
Staines
(dalam Burns, 1993) mengatakan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam
terbentuknya pola kepribadian seseorang, karena konsep diri merupakan inti pola
kepribadian; konsep ini mempengaruhi berbagai sifat dalam diri seseorang. Lebih
lanjut dikatakan oleh Staines (dalam Ismail, 2001), konsep diri memiliki
beberapa komponen utama, yaitu :
a. Diri
yang dikognisikan atau diri yang dasar, yaitu pandangan yang digambarkan oleh
inidvidu tentang diri sendiri; pemikiran atau persepsi individu mengenai
kemampuan, status, dan peranan individu dalam berhubungan dengan dunia luar;
b. Diri
yang lain atau diri sosial, pandangan atau penilaian tentang diri sendiri yang
didasarkan pada penilaian orang-orang yang dihormati atau lingkungan sekitar
yang memiliki pengaruh besar terhadap diri individu yang diperoleh melaui
interaksi sosial individu dengan orang lain.
c. Diri
yang ideal, seperangkat interpretasi individu saat sedang mengungkapkan
keinginan atau aspirasi yang bersifat pribadi, sebagaian besar berupa keinginan
dan sebagian lagi merupakan keharusan-keharusan, atau yang disebut sebagai
perangkat ambisi-ambisi yang mengarah pada suatu yaitu gambaran diri yang ideal
dan dipahami oleh individu sebagai dirinya sendiri.
Hurlock (dalam Ismail, 2001),
membagi komponen konsep diri menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
a. Konsep
diri yang sebenarnya; yaitu konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep
ini ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain berdasarkan penilaian
dan reaksi dari orang lain sehingga individu akan memahami tentang dirinya,
apakah dipandang baik atau buruk.
b. Konsep
diri ideal; yaitu merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan dan
kepribadian yang didambakan; gambaran pribadi tersebut diharapkan menjadi pribadi
yang seseuai dengan diri individu meskipun terdapat kemungkinan tidak memiliki
hubungan dengan realitas sama sekali.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam
proses terbentuknya konsep diri seseorang, evaluasi dan penilaian orang lain
sangat mempengaruhi terbentuknya pandangan atau penilaian individu terhadap
dirinya sendiri. Di samping itu, dalam diri individu terdapat konsep diri yang
ideal atau gambaran diri yang sesungguhnya didambakan oleh individu. Artinya,
konsep diri yang ideal ini sangat berpengaruh dalam diri individu, karena bila
reaksi lingkungan memiliki intensitas yang tinggi, maka akan semakin kuat pula
konsep diri tersebut. Sebaliknya bila reaksi lingkungan menjadi lemah, maka
akan semkin berkurang atau lemah konsep diri tersebut.
D. Pembentukan Sikap
Seseorang tidak dilahirkan dengan
sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang
perkembangannya. Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk
pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar,
1995). Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat,
yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok , pengaruh
media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha dan Handoko
(1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan
ikut mempengaruhi pembentukan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas,
Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi
dalam diri individu.
a.
Pengalaman Pribadi
Middlebrook
(dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh
seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif
terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami
seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan
pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada
umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang
yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berafiliasi dan
keinginan untuk menghindari kosumen
c.
Pengaruh kebudayaan
Burrhus Frederic
Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan
(termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan
pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita
alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman
bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis
pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
d.
Media massa
Berbagai bentuk
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain
mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat,
pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal
sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembag pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh
dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
f.
Faktor emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme pertahanan
ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari penulisan
diatas dapat disimpulkan bahwa melalui sikap, motivasi, dan konsep diri, kita
dapat memahami proses kesadaran yang menentukan tindakan nyata dan yang
tindakan yang mungkin dilakukan individu dalam kehidupan sosialnya. Menurut
Thomas & Znaniecki (1920) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu sehingga sikap bukan
hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely psychic
inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya
individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan unik pada diri
setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual
yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola
oleh individu.
Ada beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap
seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa
produk. Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan
konsumen.
Daftar Pustaka
·
Engel, James F. et.al. 1995. Perilaku Konsumen,
Binarupa Aksara. Jakarta.
Setiadi, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta : Kencana.
Winardi.1999. Marketing dan Perilaku Konsumen. Mandar Madju, Jakarta.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2252775-pembentukan-persepsi-dan-faktor-faktor/#ixzz2CeMuRdTR
Setiadi, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta : Kencana.
Winardi.1999. Marketing dan Perilaku Konsumen. Mandar Madju, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar