Kamis, 31 Oktober 2013

MAKALAH PSIKOLOGI " SIKAP, MOTIVASI, DAN KONSEP DIRI "



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sikap mulai menjadi fokus pembahasan dalam ilmu sosial semenjak awal abad 20. Secara bahasa, Oxford Advanced Learner Dictionary (Hornby, 1974) mencantumkan bahwa sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or behaving”. Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Selain itu, sikap atau attitude adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial. Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi (sosial) hampir selalu menyertakan unsur sikap baik sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu bagian pembahasannya. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, prose terbentuknya sikap, maupun proses perubahannya. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap untuk mengetahui efek dan perannya baik sebagai variabel bebas maupun sikap sebagai variabel tergantung. Terdapat beberapa teori tentang sikap (Mann, 1969; Secord and Backman, 1964) antara lain adalah teori keseimbangan (balance theory) oleh Heyder; teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) yang dikemukakan oleh Festinger maupun teori afektif-kognitif dari Rossenberg, serta beberapa teori lain.
Di samping teori-teori tersebut di atas, kemudian dikembangkanlah theory of reasoned action yang relatif baru yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1980). Teori ini lebih menekankan pada proses kognitif serta menganggap bahwa manusia adalah makhluk dengan daya nalar dalam memutuskan perilaku apa yang akan diambilnya, yang secara sistematis memanfaatkan informasi yang tersedia di sekitarnya. Suatu sikap menjelaskan suatu organisasi dari motivasi, perasaan emosional, persepsi dan proses kognitif kepada suatu aspek, Lebih lanjut sikap adalah cara kita berpikir, merasa dan bertindak melalui aspek di lingkungan seperti toko retail, program televisi atau produk. Sikap menuntun orang untuk berperilaku relatif konsisten terhadap objek yang sama. Motivasi dapat diartikan sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerjasama,bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri.
1.2  Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah tentang
1.2.1                    Tujuan umum :
-       Memberikan penjelasan tentang pengertian Sikap, Motivasi, dan Konsep Diri
-       Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi bacaan
1.2.2             Tujuan khusus :
-          Memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Psikologi














BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sikap, Motivasi, dan Konsep Diri
A. Sikap
Kata sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or behaving”. Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Berikut ini adalah pengertian sikap dari beberapa para ahli antara lain :
1.      Menurut Thomas (1918) dan Znanieck (1974), sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu. Konsep sikap sebenarnya pertama kali diangkat ke dalam bahasan ilmu sosial pertama kali oleh Thomas, sosiolog yang banyak menelaah kehidupan dan perubahan sosial, yang menulis buku Polish Peasant in Europe and America: Monograph of an Immigrant Group yang merupakan hasil riset yang dilakukannya bersama Znanieck. Dalam buku tersebut, Thomas dan Znaniecki membahas informasi sosiologi dari kedua sudut individualistik dan subjektivistik. Menurut pandangan mereka dua hal yang harus diperhitungkan pada saat membahas kehidupan dan perubahan sosial adalah sikap individu dan budaya objektif (objective cultural).
2.      Menurut Allport (1935), sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait.
3.      Menurut Krech & Crutchfield, sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya. Sikap individu ini dapat diketahui dari beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif yang terjadi pada diri individu secara konsisten dalam berhubungan dengan obyek sikap.

Konsistensi ini sangat ditekankan oleh Campbel (1950, p. 31) yang mengemukakan bahwa sikap adalah “A syndrome of response consistency with regard to social objects”. Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek sosial. Penekanan konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada definisi yang dikemukakan Campbell tersebut. Sikap tidak hanya kecenderungan merespon yang diperoleh dari pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus konsisten. Pengalaman memberikan kesempatan pada individu untuk belajar. Definisi di atas nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan respon individu terhadap suatu objek. Predisposisi atau tendensi ini diperoleh individu dari proses belajar, sedangkan objek sikap dapat berupa benda, situasi, dan orang.

B. Motivasi
Kata motivasi berasal dari Bahasa Inggris adalah “Motivation”. Perkataan asalnya ialah “Motive” yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu atau Bahasa Malaysia kepada “Motif” yang artinya tujuan. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya secara negatif atau positif untuk mencapai tujuannya. Selain itu, ada tiga elemen utama dalam motivasi antara lain : intensitas, arah, dan ketekunan. Pengertian motivasi menurut beberapa ahli :
  1. Menurut Cropley (1985), Motivasi dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”
  2. Menurut Wlodkowski (1985) menjelaskan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme (teori belajar dan percaya bahwa semua perilaku yang diperoleh sebagai hasil dari pengkondisian).
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu :
a.       Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Moslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan yakni, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa man,  kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri, dan kebutuhan aktualisasi.
b.      Dorongan
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan.
c.       Tujuan
Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar. Kekuatan mental atau kekuatan motivasi belajar dapat diperkuat dan dikembangkan. Interaksi kekuatan mental dan pengaruh dari luar ditentukan oleh responden prakarsa pribadi pelaku.

C.  Konsep Diri
Staines (dalam Burns, 1993) mengatakan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam terbentuknya pola kepribadian seseorang, karena konsep diri merupakan inti pola kepribadian; konsep ini mempengaruhi berbagai sifat dalam diri seseorang. Lebih lanjut dikatakan oleh Staines (dalam Ismail, 2001), konsep diri memiliki beberapa komponen utama, yaitu :
a.       Diri yang dikognisikan atau diri yang dasar, yaitu pandangan yang digambarkan oleh inidvidu tentang diri sendiri; pemikiran atau persepsi individu mengenai kemampuan, status, dan peranan individu dalam berhubungan dengan dunia luar;
b.      Diri yang lain atau diri sosial, pandangan atau penilaian tentang diri sendiri yang didasarkan pada penilaian orang-orang yang dihormati atau lingkungan sekitar yang memiliki pengaruh besar terhadap diri individu yang diperoleh melaui interaksi sosial individu dengan orang lain.
c.       Diri yang ideal, seperangkat interpretasi individu saat sedang mengungkapkan keinginan atau aspirasi yang bersifat pribadi, sebagaian besar berupa keinginan dan sebagian lagi merupakan keharusan-keharusan, atau yang disebut sebagai perangkat ambisi-ambisi yang mengarah pada suatu yaitu gambaran diri yang ideal dan dipahami oleh individu sebagai dirinya sendiri.
Hurlock (dalam Ismail, 2001), membagi komponen konsep diri menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
a.       Konsep diri yang sebenarnya; yaitu konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep ini ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain berdasarkan penilaian dan reaksi dari orang lain sehingga individu akan memahami tentang dirinya, apakah dipandang baik atau buruk.
b.      Konsep diri ideal; yaitu merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakan; gambaran pribadi tersebut diharapkan menjadi pribadi yang seseuai dengan diri individu meskipun terdapat kemungkinan tidak memiliki hubungan dengan realitas sama sekali.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam proses terbentuknya konsep diri seseorang, evaluasi dan penilaian orang lain sangat mempengaruhi terbentuknya pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Di samping itu, dalam diri individu terdapat konsep diri yang ideal atau gambaran diri yang sesungguhnya didambakan oleh individu. Artinya, konsep diri yang ideal ini sangat berpengaruh dalam diri individu, karena bila reaksi lingkungan memiliki intensitas yang tinggi, maka akan semakin kuat pula konsep diri tersebut. Sebaliknya bila reaksi lingkungan menjadi lemah, maka akan semkin berkurang atau lemah konsep diri tersebut.

D.    Pembentukan Sikap
Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 1995). Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok , pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha dan Handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a.       Pengalaman Pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b.      Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari kosumen
c.       Pengaruh kebudayaan
Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
d.      Media massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e.       Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembag pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
f.       Faktor emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme pertahanan
ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahwa melalui sikap, motivasi, dan konsep diri, kita dapat memahami proses kesadaran yang menentukan tindakan nyata dan yang tindakan yang mungkin dilakukan individu dalam kehidupan sosialnya. Menurut Thomas & Znaniecki (1920) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola oleh individu.
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk. Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen.







Daftar Pustaka
·         Engel, James F. et.al. 1995. Perilaku Konsumen, Binarupa Aksara. Jakarta.
Setiadi, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta : Kencana.
Winardi.1999. Marketing dan Perilaku Konsumen. Mandar Madju, Jakarta.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2252775-pembentukan-persepsi-dan-faktor-faktor/#ixzz2CeMuRdTR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar